La PURIA KOLOMBIA DENGAN WARGANYA HANYA PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK SAJA SEBAGAI KORBAN PERANG

INFOKOMNOW.COM
byIrkaBPiranhA, 02/02/2019



SiOmonGLegenD@  Suara bermain anak-anak terdengar di setiap rumah yang dibangun ibu mereka sendiri yang terpaksa harus melindungi dan menghidupkan anaknya.  Meski Anak-anak tersebut kebanyakan terlahir dari keadaan yang tak mereka inginkan yaitu dari rahim remaja yang diperkosa oleh para tentara dari kelompok gerilya local yang beroperasi di sana.   Sulit dipercaya bila ada suatu desa yang tidak memiliki satupun warga pria dewasa yang menetap di sana tapi itu benar ada di desa bernama La Puria di pegunungan di barat laut Kolombia karena kondisi perang.  La Puria sebuah desa yang menjadi rumah bagi masyarakat adat Embera Katio, sebuah nama yang bermakna dalam bahasa mereka, embera berarti manusia, penduduk asli, atau laki-laki. 

Perang saudara di Kolombia yang berlangsung selama beberapa dasawarsa telah menghancurkan La Puria secara perlahan.  Sehingga gejolak tersebut telah membuat beberapa pria di desa tersebut harus menjadi pejuang baik dari Revolutionary Armed Forces of Colombia (FARC) atau National Liberation Army (ELN), dua kelompok gerilya kiri yang terbesar di negara tersebut.   Sisa dari relawan tersebut banyak yang  menjadi korban konflik–mengingat kedua kelompok: gerilyawan dan pasukan keamanan menggunakan taktik kekerasan seperti penculikan, memasang ranjau darat dan perdagangan obat bius.

Otomatis kondisi tersebut membuat Desa La Puria sepi dengan lelaki dewasa dan yang tersisa dapat kita temuai hanya ada para wanita, anak-anak dan ibu-ibu remaja yang masih tersisa sebagaimana diungkapkan Ivan Valencia, jurnalis foto Kolombia yang menghabiskan waktu berbulan-bulan di La Puria untuk mendokumentasikan kehidupan di sana dalam laporannya.   

Suara bermain anak-anak terdengar di setiap rumah yang dibangun ibu mereka sendiri yang terpaksa harus melindungi dan menghidupkan anaknya.  Meski Anak-anak tersebut kebanyakan terlahir dari keadaan yang tak mereka inginkan yaitu dari rahim remaja yang diperkosa oleh para tentara dari kelompok gerilya local yang beroperasi di sana.

Melihat pemandangan di La Puria sangat memilukan karena banyak anak-anak di usianya yang masih sangat muda sudah terpapar situasi perang yang tentunya membawa kepedihan dan penderitaan bagi mereka. Tahun lalu, selama kegiatan terapi seni di sekolah desa, hampir semua anak-anak menggunakan pensil warnanya untuk menggambar dan mewarnai orang-orang yang membawa senjata api,  namun saat ini kondisi semakin membaik dengan semakin membaiknya keadaan yang ada di ddalam masyarakat.

Saat ini konflik yang berkepanjangan itu akhirnya dapat terselesaikan untuk pertama kalinya sejak 1960,  meskipun pada 2016, referendum sipil menolak perjanjian damai antara FARC dan pemerintah Kolombia, namun perjanjian ini direvisi dan diratifikasi kembali beberapa bulan kemudian. Asa ini jadi harapan bagi warga La Puria sebagai Jalan menuju perdamaian meski memang belum pasti, tapi setidaknya gencatan senjata masih dilakukan.  

Banyak kondisi belum berubah dalam kehidupan masyarakat meski kondisi perang telah terhentikan karena masyarakat La Puria tetap ditinggalkan oleh Negara dalam arti pelayanan-pelayanan mendasar bagi masyarakat belum terwujut.  Kondisi tanpa bantuan pemerintah di bidang kesehatan dan pelayanan umum, gizi buruk serta sanitasi yang layak, Kesadaran pengendalian lingkungan yang belum ada sama sekali dan tantangan yang harus mereka hadapi pascakonflik Kolombia tetap berat.    Saya merasa konsekuensi perang masih berlanjut  ”, Ujar SiDin Ivan sang jurnalis sambil memegang butuhdia,  meskipun begitu, Ivan melihat sedikit cahaya di sana dan Ia terkesima dengan semangat hidup orang-orang La Puria.

  Setelah berjalan jauh dari hutan, saya ingat mencapai tempat di mana terdapat banyak warna. Banyak penduduk La Puria yang mengenakan pakaian berwarna terang. Sangat indah melihat warna itu di tengah-tengah tempat kelabu dan penuh kesedihan  ”, Ujar SiDin Ivan dalam kenangannya flabomoranya. 

Satu hal yang berkesan selama eksplore disana, bagi Ivan yang tidak memahami bahasa Embera, begitu pun penduduk yang tidak mengerti bahasa Spanyol, bahasa visual menjadi satu-satunya penghubung mereka.    Kami berkomunikasi melalui kamera  ”, Ujar SiDin Ivan menutup suanya dengan NusanTaRa.Com.



  Perang melahirkan penderitaan bagi semua pihak 
Said by SiOmonGLegenD@

Komentar

Postingan populer dari blog ini

OLIMPIADE KE-33 PARIS 2024 DENGAN BIAYA Rp 133,22 TRILIUN, DAN JIN BTS PEMBAWA OBOR.

PANAS PEMILU TURKI !! OPOSISI MENANG - ERDOGAN KALAH, BENTROKAN SENJATA

SEJARAH ROMANTIS AWAL TERCIPTANYA BECAK DAN HADIRNYA DI INDONESIA