TIMBUKTU PUSAT PENGETAHUAN DAN PERADABAN ISLAM DI AFRIKA BARAT.
INFOKOMNOW.COM
byMcDonalDBiunG, 28/10/2018
byMcDonalDBiunG, 28/10/2018
LamberTLegenD@ Timbuktu kota di Afrika barat yang terkadang
disebut sebagai ujung dunia telah
dimasukkan ke dalam “ Daftar Warisan
Dunia 1988 “, berabad-abad setelah masa keemasannya, merupakan pusat ilmu pengetahuan Islam. Rumah bagi 25 ribu bagi mahasiswa dan madrasah
yang berfungsi layaknya mata air bagi penyebaran Islam di seluruh Afrika dari
abad ke-13 hingga 16. Serta daerah ini
melalui sultan-sultannya dahulu dan orang pentingnya bahkan hingga ke
masyarakatnya sangat aktip mengumpulkan pengetahuan dan ilmu keislaman.
Teks-teks
suci Islam dan ilmu pengetahuannya dibawa
ke Timbuktu untuk dipelajari para terpelajar yang datang dari penjuru dunia Kairo,
Baghdad, Persia, Turki, Maroko dan
negara lain, yang tinggal di kota tersebut.
Ajaran-ajaran Islam, mulai dari astronomi, matematika, kedokteran,
hingga hukum, dikumpulkan dan diproduksi di Timbuktu dalam bentuk manuskrip. Jumlahnya
mencapai ratusan ribu hingga kota ini memiliki catatan tertulis tentang sejarah
Afrika yang sangat penting.
Timbuktu contoh fakta hidup bahwa Afrika bukanlah benua yang tidak
memiliki masa lalu, telah menjadi pusat
pengetahuan dengan Islamisasi Afrika Barat,
selain itu, bukan hanya ilmu-ilmu keislaman, tapi juga pusat
beasiswa. Para sultan mengundang para
ilmuwan penting dunia Islam untuk lebih memperkuat otoritas ilmiah Timbuktu. Dalam beberapa tahun terakhir, perpustakaan
dan manuskrip Timbuktu telah sering disebutkan, tapi bagaimana karya semacam
itu bisa diakumulasikan dan dipindahkan ke hari ini di kota padang pasir, di
tengah Afrika?
Sejak
tahun 500 SM Timbuktu, telah menjadi
tempat perdagangan karavan. Menurut
naratif dengan permukiman Tuareg di
wilayah ini Timbuktu menjadi pusat
perdagangan penting garam, budak, dan emas, serta volume perdagangan semakin meningkat seiring
pertumbuhan islamisasi wilayah
ini. Bagi Malian atau Muslim Afrika,
yang juga pernah bertemu dengan akumulasi pengetahuan yang besar berkat Islam,
buku dan pengetahuan menjadi lebih berharga daripada emas. Mansa (Sultan) Musa, salah satu raja penting di wilayah Timbuktu,
membuat permintaan khusus dari para pedagang untuk membawa buku-buku penting ke
Timbuktu.
Bukti
bahwa Timbuktu pernah menjadi oase Islam selain kumpulan manuskrip terlihat pada masjid Djingareyber,
Sankore dan Sidi Yahia yang
pernah menjadi tempat-tempat istimewa dunia khususnya Islam sekaligus ketiga masjid tersebut pernah menjadi lambang
kejayaan Timbuktu, rumah ibadah dari
abad ke-13 dan 15 ini juga pernah menjadi rumah ilmuwan Islam yang dikenal
sebagai Duta Perdamaian. Pada abad
ke-16, penjajah Maroko mulai mengusir orang-orang terpelajar itu dan
rute perdagangan perlahan-lahan bergeser ke arah pantai kemudian fungsi Timbuktu sebagai pusat ilmu
pengetahuan bergeser dan para sarjana pergi ke tempat lain.
Sejarah
mencatat abad ke-13 M Timbuktu yang berada di Mali Afrika Barat
telah menjelma sebagai salah satu kota pusat ilmu pengetahuan dan peradaban
Islam yang termasyhur, serta sempat menjadi sentra perdagangan terkemuka
di dunia dengan kehidupan rakyat
yang sejahtera dan makmur. Sebagai kota multietis yang terletak sekitar
15 km dari sungai Niger, dihuni oleh
berbagai suku seperti Songhay, Tuareg, Fulani, dan Moor.
Leo
Africanus, sejarawan gemilang Abad XV, menggambarkan kejayaan Timbuktu dalam buku
yang ditulisnya, '' Begitu banyak hakim, doktor dan ulama di sini
(Timbuktu). Semua menerima gaji yang sangat memuaskan dari Raja Askia Muhammad,
penguasa Negeri Songhay. Raja pun menaruh hormat pada rakyatnya yang giat
belajar '', Ujar SiDin Africanus.
Di era keemasan Islam, ilmu pengetahuan dan peradaban tumbuh sangat
pesat di Timbuktu. Rakyat di wilayah itu begitu gemar membaca buku. Menurut
Africanus, permintaan buku di Timbuktu sangat tinggi. Minat warga Timbuktu terhadap buku sangat
tinggi mereka berlomba-lomba membeli dan
mengoleksi buku.
Pada
abad 19 kolonisasi Prancis memberikan
pukulan serius pada kejayaan Timbuktu. Meskipun
diakui sebagai Situs Warisan Dunia, tetapi kondisi Timbuktu memburuk dari waktu
ke waktu, tahun 1990 bahkan termasuk warisan
dunia yang terancam punah, tapi dengan beberapa perbaikan Timbuktu kembali
menempati posisinya di 2005 meski sulit menarik perhatian turis dan
meningkatkan ekonomi pariwisatanya.
Status ini kembali terancam ketika tahun 2012 kota ini terjadi Konplik
yang panjang.
“ KEMAJUAN PENGETAHUAN SEIRING KEMAJUAN PERADABAN
“
Said
by LamberTLegenD@
Komentar
Posting Komentar