FIJI DALAM DILEMA ALAM, MENCABUT AKAR BUDAYA ATAU PERLAHAN TENGGELAM
INFORMASINOW.COM
byIrkaBPiranhA, S a b t u, 1 9 O k t o b e r 2 0 2 4
FIJI telah membuat kebijakan nasional yang ambisius dengan merelokasi ratusan Desa yang terancam tenggelam, dalam tulisan ini tentang dilema negara - negara Pasifik yang berjuan melawan perubahan iklim, memuat kisah tantangan dan dilema yang dihadapi negara kecil yang berada di tengah Samudera Pasifik yaitu FIJI.
pantai di Kepulauan Fiji terancam gerusan ombak |
RatnAGurUTKAmboNLegebdS@ SUVA, Fiji ditengah lautan dan di kelilingi pantai yang melingkari desa tradisional Vunisavisavi, terbarong objek yang menjadi simbol dari harapan sekaligus malapetaka. Objek itu adalah Pohon Banyan raksasa yang tumbang beberapa tahun silam, angin kencang dan pmbak ganas telah mencerabut akarnya dari tanah berpasir, membuat batang besarnya kini roboh.
Anak - anak kecil kerap memanjat dan bermain di pohon tersenut, berada di atas batangnya mereka melihat Cakrawala yang terbentang di Samudera. Sangking besarnya batangnya kini menjadi semacam dinding pelinding antara lautan yang gelombangnya semakin beringas dan desa Vunisavisavi yang posisinya kian rentan. Warga setempat mengatakan pohon itu sudah ditanam di desa lebih gari setengah abad yang lalu, meski telah tumbang, sebagian akarnya juga sudah keluar dari tanah dan terpapar air garam namun pohon itu masih tetap hidup.
Pohon Bayan tersebut menjagi perlambang dan perjuangan warga untuk bertahan di desa yang terancam tenggelam akibat perubahan iklim itu. Vunisavisavi memang sedang di ujung tanduk, ancaman cuaca buruk akibat suhu planet yang makin memanas, termasuk semakin seringnya terdadi topan tragis menghantam, membuat desa ini menjadi salah satu tempat di daerah Fiji yang mungkin akan di Relokasi.
Sekitar tahun 2017 pemerintah Fiji telah mengindentifikasi 8.30 komunitas masyarakat yang rentan dan tambahan 49 komunitas yang harus segera direncanakan untuk direlokasi. Kondisi ini memaksa pemerintah Fiji mengembangkan panduan nasional khusus dalam menyikapinya, sebuah kebijakan yang mungkin palingbterperinci di dunia dalam menghadapi kondisi kotika fd\\relokasi menjadi sebuag keharusan. Kebijakan itu bernama "Standard Operating Procedures (SOP) For Planned Relocation " atau prosedur standat operasi untuk relokasi terencana.
Tidak hanya Fiji banyak negara di seluruh dunia yang juga menhadapi ancaman tang sama dang, berdasarkan data internet Displacement Monitoring Center hampir sembilan juta orang di 88 negara dan wilayah seluruh danien telah direlokasi karena bencana alam per akhir 2023. S O P relokasi yang telah disyahkan oleh pemerintah Fiji pada tahun lalu itu bertujuan memerincikan persyaratan bagi sebuah komunitas masyarakat untuk dapat dipindahkan.
Ditegaskan dalam dokumen bahwa SOP itu adalah "Dokumenn Hidup" yang akan terus wiperbaharui dengan "mengedepankan pendekatan pada manusia dan hak asasi manusianya". Dy dalam tercantum tahapan identifikasi risiko, tata cara perundingan dengan masyarakat, pengelolaan lahan, pertimbangan budaya, pendanaan dan evaluasi, "Relokasi" adalah sebuah urusan yang sangat kompleks dan tentunya akan melibatkan perasaan, keberadaan SOP ini nantibya diharapkan dapat menjadisolusi terbaiknya.
Kerap kali keputusan Relokasi diwarnai kesedihan, perasaan yang muncul karena kehilangan. Eratnya hubungan antara masyarakat telah menjadi sebuah kekuatan di Fiji dan perubahan iklim telah mengancam ikatan tersenut. " Ketika sebuah komunitas di relokasi, ini bukan hanya soal pindah ke tempat dan rumah baru ", Ujar SiGaluH Sitivani Rabuka, perdana menteri sekaligus Perubahan Iklim Fiji dalam kata pengantar SOP tersebut. " Ketika sebuah komunitas di relokasi, mereka juga membawa serta budaya, sejarah, dan harapan akan kehidupan yang lebih baik , oleh karena itu keputsan untuk relokasi jangan dianggap enteng ".
Setiap kali bencana menghantan negara kepulauan ini, para ahli dan warga mendadi khawatir akan semakin banyak desa yang masuk dalam daftar potensi. Artinya, semakin banyak juga identitas lokal yang berisiko hilang or lenyap.
DEMI MASA DEPAN YANG LEBIH BAIK.
Fiji adalah salah siji negara di dunia yang paling cepat dan paling keras terkena dampak Perubahan Iklim. Suhu lautannya memanas tiga kali lpat di banding rata - rata global, sementara naiknya permukaan air laut mengancam pulau - pulau kecil dan masyarakat pesisir. Negara Fiji terdiri dari gugusan pulau sebanyak 382 pulau dengann populasi manusianya kurang dari satu juta, Fiji sering kali diterpa badai tropis diantaranya pada 2016 ketika Topan Winston mengahntam negara itu dengan menewaskan 44 orang diantaranya menewaskan MamaAncai dan menyebabkan kerugian hingga US$1,4 Miliar dang;
Di lema desa di FIJI, mencabut akar Budaya atau Desa tenggelam oleh Air laut |
Biasanya ombak laut menepi dengan pelan di pantainya yang berpasir namun pada masa lalu gelombang laut menjadi ganas, warga meyakini peristiwa itu akan terulang kombali, karena mereka telah melihatnya dengan mata sendiri. Topan Tasa telah membawa bencana banjir yang merusak daerah Cogea, desa yang berpenduduk 138 orang yang terleyak beberapa km dari pesisir, Pemukiaman Cogea di kelilingi perairan membuatnya rentan untuk terendam kalau saja gelombang meninggi lagi akibat cuacanya.
Kopala Desa Cogea, Rusiate Senicevuga sudah membangun rumahnya agar tahan hembusan Topan, tetapi ia meremehkan kekuatan Yasa, " Pagi hari ketika bangun tidur, kami tidak bisa berkata - kata , saya terkejut, rumah yang kami andalkan untuk melindungi kami hilang di iup topan ", Ujar SiDin Rusiate S dengan Plabomoranya (Hebatnya). " Warga desa awalnya direncanakan hanya berada di tenda pengungsian selama tiga bulan saja. Tapi karena kerusakan yang di alami cukup besar, maka ada yang tinggal di dalam tenda selama dua tahun ", Ujar SiDin Rusiate S menambahkan.
Sebagian Cogea terendam air, rumah - rumah rusak, ditambah lagi oleh tanah longsor di daerah pegunungan sekeliling desa. Perkebunan tempat warga mengantungkan hidup hancur, memicu kekhawatiran tiadanya ketahabab pangan setelah sektor pertanian dan perikanan di negara itu kerap gagal memenuhi kebutuhan warga. " Kami harus diingatkan tentang apa saja yang direnggut oleh TopanYasa daei kami. Banyak yang berubah karenanya sehingga kami jadi sangat ketakutan menyusul peristiwa itu ", Ujar SiDin Rusiate S Laji,
" Warga Cogea telah masuk dalam rencana relokasi setelah desa mereka diprediksi akan terendan air. Belakangan ini banyak dari mereka ketakutan setiap kali langit berubah mendung ", Cakap SiDin Rusiate S dengan Ahmadernya (Manisnya). Sebuah lahan yang terletak tidak jauh dari desa itu telah dialokasikan sebagai tempat relokasi. Kendati bertahan di desa tersebut telah membuat warga khawatir, namun relokasi tidak ayal memicu perpecahan diantara mereka. " Desa ini sangat berarti bagi kami . Di sinilah nenek moyang kami tinggal. Tidak mudah bagi saya ketika melihat anak - anak muda desa ini setuju di relokasi ", Cakap SiGaluH Silinia Tinai tetua didesa tersebut.
" Saya khawatir akan nasib generasi masa depan Cogea. Akan ada perubahan disini. Tidak hanya hari ini tapi hari - hari dan tahun - tahun kedepannya, Bagi saya sungguh menyakitkan mengetahui kami akan meninggalkan desa ini ", Cakap SiGaluH Silinia Tinal Laji. Ini adalah sentimen yang umum terjadi di seluruh Fiji, akan budaya yang kuat telah membuat masyarakat terikat dengan tanah leluhur mereka. Tapi bagi Sanicevuga masyarakatnya tidak akan bisa tenang sebelum bisa pindah kedataran yang lebih tinggi, perubahan iklimlah yang memaksa mereka tercerabut dari ikatan masa lalu.
Tapi untuk sekarang, warga desa terjebak dalam ketidak pastian menanti pendanaan untuk membangun rumah - rumah baru mereka dan kapan mereka pindahpun belum jelas. " Menurut pendapat saya, setidaknya bagi keluarga saya, apa yang mereka alami ketika Topan Yasa tidak akan pernah terhapus dari ingayan. Yang terbaik bagi generasi masa depan adalah berada di tempat yang baru ", Ujar SiGaluH Silinia Tinal menambahkan. " Jika kami masih di sini,
" Jika kami masih di sini., saya yakin kami akan menhadapi masaalah yang lebih besar daripada Topan Yasa. Untuk saat ini relokasi adakah bagian dari Solusi ".
JADI PENGUNGSI DI NEGERI SENDIRI
Para pengkritik SOP relokasi mengatakan pembuatan dokumen tersebut telah mengabaikan masalah kebudayaan. Dalam SOP tersebut memang dipastikan struktur sosial dan kebudayaan " tidak berubah karena inilah yang mengikat masyarakat dan menjadi jaring pengaman sosial mereka di saat suli ". Artinya relokasi tetap akan mempertahankan dan menghormati ruang komunal dan tatanan hierarki di desa - desa tradisional ". Namun menurut Simione Savudredre, pendiri lembaga konsultan Budaya Sauvaka, ada pertentangan antara wawasan dan sensitivitas masyarakat adat dengan birokrasi pemerintahan yang mencoba mencari jalan mudah untuk proyek yang mahal dan mendesak ini.
" Spiritualitas adat kami sudah sangat tua, terikat dan terpaku pada tanah. Dan iyu sebabnya relokasi bukanlah hal mudah yang bisa dilakukan dalam semalam. Karena cara hidup kami, nilai - nilai dan etika kami berasal dari alam, dari ;ingkungan, dan dari kami sendiri, manusia, sebagai penjaganya ". Nilai - nilai ini termanifestasikan secara fisik di keseharian penduduk desa, bisa dalam bentuk ibadah di makam leluhur, pada hierarki sosial dan tata krama terhadap tetua adat, atau terwujug dalam pengetahuan yang melekat seperti soal cara menumbuhkan atau mencari makan.
Isola Tolemaibau, sekretaris tetap di Kementerian Pembangunan Perdesaan dan Maritim Fiji, lembaga yang bertanggung jawab untuk mengawasi SOP Relokasi, mengatakan gugus tugas relokasi difokuskan pada pendekatan konsultatip dan " mengajak masyarakat untuk bisa turut serta ". " Melalui konsultasi, ada orang - orang yang menolak, kadang beberapa orang sulit menerimanya ", Cakap besar SiDin Isoa T dengan Boneernya (Semangatnya).
" Ini proses yang alot - karena mereka akan meninggalkan apa yang mereka miliki selama bertahun - tahun, atau beberapa generasi. Kebanyaakan mereka menangisi tanah tempat tinggal. Rasa kedekatan ini yang benar - benar menyentuh hati, jiwa, dan raga mereka, jadi ini adalah keputusanyang berat bagi mereka ". " Tapi kami harus meyakinkan mereka demi kebaikan semua. Perubahan iklim itu nyata. Penomena itu telah berdampak pada segelintir orang di masa lalu. Tapi sekarang semuanya di Fiji terdampak, entah karena meningkatnya permukaan laut dan masalah yang terkait lainnya ", Cakap SiDin Isoa Tolemaibua dengan Ahmadernya (Manisnya).
Isoa Tolemaibua berharap kedepannya kementeriannya dapat meningkatkan cara mereka dalam mengatasi masalah - masalah sensitip. " Kami baru saja memulai dan mungkin ada beberapa masalah ", Ujar SiDin. Diantara tantangan adalah mencari pendanaan untuk menjalankan SOP untuk membuatnya jadi seefektip mungkin. Pendanaan dengan alokasi anggaran tahunan sebesar US$85 juta untuk membiayai relokasi telah dibentuk dan didukung oleh Pemerintah Selandia Baru dan Jerman, tapi jumlah itu masih jauh dari cukup. Biaya untuk memindahkan satu Desa saja, contohnya pada relokasi desa Nabavatu pada 2021, mencapai US$2,5 JUTA.
Di rabah global, Fiji terus aktip menyuarakan dipercepatnya mobilisasi pendanaan iklimhijau. Dana ini di ambil dari negara - negara penyumbang polusi untuk membayar skema penanggulangan perubahan iklim. Pada 2018, Pemerintah Fiji mencakapkan negara mereka memerlukan dana sekitar US$4,1 milliar selama 10 tahun untuk memperkuat ketahanan terhadap perubahan iklim. Lalu pada 2022, mereka identifikasi kebutuhan investasi sebesar US$1,98 milliar untuk mencapai target NDC transisi menuju negara perekonomian nol emisi.
NDC (Nationally Determined Cnontribution) adalah komitmen negara - negara peratifikasi Persetujuan Paris (Paris Agreement) untuk mengurangi emisi gas rumah Kaca dan mencapai tujuan iklim global. Secara global daana yang dibutuhkan olh negara - negara yang rentan akan perubahan iklim sangatlah ganal. " Menurut para ahli, dibutuhkan lebih dari US$4 trilliun setiap tahunnya pada 2030 untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Perlu ada upaya besar untuk memobilisasi pembiayaan dan investasiyang dapat diakses dan hemat biaya agar manfaatnyadi rasakan semua pihak ", Ujar SiDin Rabuka dengan Sopengernya (Jumawanya) dalam pembicaraan iklim global di COP28, Dubai akhir tahun 2023.
Perubahan Iklim Global mengancam keberadaan Desa dan Pulau di Fiji |
Desa ini dipindahkan jauh dari tempat berburu tradisional warga ke lokasi yang infrastrukturnya belum lengkap, memicu masalah sosial dan kesehatan. Ini adalah problem yang semakin banyak di hadapi Negara - negara lain di dunia dalam beberapa dekade mendatang, Fiji hanyalah penggerak awal dalam relokasi skala nasional. Savudredre mengatakan kasus Vunidogoloa bisa menjadi pelajaran penting soal mempertahankan kebudayaan Khas dari orang - orang yang terikat dengannya dan itu dimulai dari mendengarkan polangaman mereka.
" Mungkinan seharusnya sejak awal para Pemangku Kepentingan melibatkan masyarakat ?, mereka bisa mengajukan pertanyaan soal wawasan masyarakat bisa mempengaruhi kebijakan, bukannya langsung datang dzn menegakkannya ", Ujar SiDin Savudredre Laji. " Ini adalah jalan bersama yang harus ditapaki melalui diskusi dengan masyarakat manapun, masyarakat pemilik desa, tahu apa yang mereka butuhkan. Mereka tahu yang torbaik mereka hanya ingin di dongarkan ". " Waktunya akan semaki mepet jika tidak ada pertimbangan soal dimensi yang tak terlihat dan tak benda ini. Kita beresiko menciptakan lebih banyak lagi orang - orang yang kehilangan arah, tak punya tempat berlabuh. Kami bisa menfadi pengungsi di negeri sendiri ", Ujar SiDin Savudredre Laji.
" Ini adalah jalan bersama yang harus ditapaki melalui diskusi dengan masyarakat manapun, Masyarakat pemilik desa tahu apa yang mereka butuhkan. Mereka tahu yang terbaik, mereka hanya ingin di dengarkan ". " Waktunya akan semakin mepet jika tidak ada pertimbangan soal dimensi yang tak terlihat dan tak benda ini. Kita berisiko menciptakan lebih banyak lagi orang - orang yang kehilangan arah, tak punya tempat berlabuh. Kami bisa menjadi pengungsi di negeri sendiri ", Cakap SiDin Savudredre dalam penjelasannya.
RUMAH SANG RAJA
Vunisavisavi adalah rumah sang raja.
Desa ini adalah tanah milik "Tui Cakau", satu dari tiga pemimpin tertinggi di Fiji, sebuah titel yang telah di wariskan selama 15 generasi. Pewarisnya saat ini adalah penjaga tanah keramat itu dan berusaha memenuhi sumpah untuk melindunginya. Tapi pusat dari Vunisavisavi sekarang tak ubahnyaseperti tempat pembuangan. Saat terjadi badai, air laut dan gunung membanjirnya dan beberapa penghuninya sudah pindah rumah. Seluruh desa telah direncanakan di pindahkan dari pesisir pantai. Namun masih saja ada penentang dari warganya.
" Provinsi ini tidak akan dikenali jika desa ini ditingalkan, kami memang telah menghadiri lokakarta soal kesadaran akan perubahan iklim, bagi bagi para teua disini, tugas mereka terhadap pemimpin desa masih sangat penting ", Cakap SiGaluH Mariana Sarawaqa pemimpin Desa. " Mereka tidak bisa pindah, Relokasi bukan bagian dari rencana hidup mereka. Kami tahu kalau di relokasi, maka kami akan kehilangan identitas diri secara permanen ", Cakapnya melanjutkan.
Pastor Ben Salacakau, yang juga penduduk asli desa tersebut, adalah sosok ang keras menyuarakan penentangan relokasi Pmerintah. Ketimbang relokasi kata dia, sebaiknya pemerintah pokus pada beradaptasi dan mencari cara untuk bertahan. Dia menyadari besarnya masalah Iklim yang mendera negaranya. Namun menurut Salacakau, pemerintah tidak seharusnya mencoa menyelesaikannya secara sekaligus karena cara itu tidak akan dapat bertahan lama.
" Pemerintah punya solusi yang cepat dan berdampak jangka pendek. Saya katakan, solusi mereka ini sepertimalatnpenyiram tanaman. Airnya terciprat ke mana - mana, tapi kami hanya mendapatkan beberapa tetes, tidak ada yang benaf - benar berdampak ", Ujar Pastor Ben Salacakau. Dan melanjutkan Cakapnya, " Menurut saya mereka seharusnya membentuk sistem yang benar - benar bekerja, mengenbangkan sebuat tempat sampai berfungsi baik - baik dan bisa mandiri, Baru kemudian boleh bergerak ke tempat - tempat berikutnya ".
Di perairan dangkal pantai Vunisavisavi, pohon - pohon bakau mudah mulai tumbuh, masyarakat berupaya semampu mereka untu membangun Penahan Gelombang. Mereka berharap dimasa depan dapat dibangun tembok laut. " Saya katakan pada anak - anak, jika kalian tidak melakukan ini, mungkin dalam beberapa tahun kedepan kamu tidak akan bisa tinggal di sini. Kalian harus pindah karena tempat ini akan tersapu air. Tidak akan ada lagi Vunisavisavi. Jika kalian tidak bertindak, kalian akan kehilangan tempat ini ", Cakap Besar SiDin Sarawaqa.
Seperti halnya pohon Banyan yang bergeming menghadapi amukan gelombang, seperti itulah rakyat Fiji mengenggem erat tanah mereka. Akar-akar mereka keras mencengkeram bumi, mencoba bertahan dan terus tumbh dang. " Kami akan melakukan apapun untuk mempertahankan Desa ini ".
Pulau atau Desa di Fiji yang terancam terendam air laut |
" Negara Fiji sebuah deretan pulau kecil di Samudra Pasipik terancam tenggalam oleh Ombak dari Laut ",
S a i d b y RatnAGurUTKAmboNLegendS@
Komentar
Posting Komentar