UJUNG NASIB MINHATI MADRAIS, PEREMPUAN BEKASI, ISTRI PANGLIMA MAUTE.
INFOKOMNOW.COM
byAqwam Fiazmi Hanifan - 8 November 2017
byAqwam Fiazmi Hanifan - 8 November 2017
Minhati
diklaim otoritas Filipina sebagai pengatur logistik dan keuangan Grup
Maute, kelompok paling sengit bertempur di bawah bendera ISIS di Marawi.
KadiRJanggOLegenD@. Rumah sederhana bercat putih itu dikelilingi tembok setinggi dua
meter, gerbang besi berwarna cokelat memagari rumah tersebut. Penutup
pagar dari polikarbonat menyembunyikan aktivitas di dalam rumah dari
pandangan orang luar. Namun, Minggu pagi, 5 Oktober lalu, ada
sedikit kegaduhan di rumah itu—yang berlokasi di 8017 Steele Makers
Village, Tubod, Kota Iligan, Filipina. Semula terlihat 5 mobil polisi
terparkir di perempatan jalan di dekat rumah tersebut. Beberapa menit
kemudian, derap sepatu laras terdengar. Belasan polisi menyerbu masuk
rumah.
Tidak ada baku tembak. Semua berjalan senyap; sesekali tangisan anak kecil terdengar. Seorang perempuan dan enam anak kecil kemudian digiring oleh polisi ke dalam minibus Elf. Saat proses penangkapan, anak-anak kecil ini menantang polisi dengan mengangkat jari telunjuk, menunjukkan simbol tauhid. Meski begitu, operasi penangkapan Minhati Madrais berjalan lancar. Minhati adalah istri dari Omarkhayam Maute, salah seorang pemimpin kelompok ISIS yang membuat kekacauan di Marawi dalam enam bulan terakhir. Omar sudah dinyatakan tewas oleh otoritas Filipina pada 17 Oktober lalu. Kepalanya pecah tertembak sniper pasukan Filipina.
Minhati akrab disapa Mien berasal dari Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Ayahnya bernama KH Madrais Hajar seorang ulama terkemuka dan pemilik Pondok Pesantren Darul Amal di Bekasi.
Mien dan Omar tahun 2012, yang sempat tinggal di Indonesia selama 2 tahun memutuskan pergi ke Filipina. Setahun setelah itu kelompok Grup Maute mulai populer, keonaran pertama yang diciptakan adalah menyerang pos pemeriksaan militer di Madalum, Lanao del Sur.
Sejak konplik mei itu Minhati dan anak-anaknya diungsikan jauh-jauh dari Marawii oleh Omarkhayan. Evakuasi serupa dilakukan Omarkhayam kepada mertua Minhati, Cayamora Maute dan Farhana Maute, ke Kota Davao dan Kota Masiu. Beda dengan Mien, pelarian Farhana dan Cayamora hanya bertahan dua minggu kemudian tertangkap pasukan Filipina pada pertengahan Juni lalu.
Iligan tempat pelarian Minhati adalah kota besar pusat bisnis dan logistik di bagian utara Mindanao. Jaraknya hanya 45 menit dari Marawi. Ibukota Provinsi Lanao del Norte ini jadi pusat komando operasi tempur di Marawi atas dasar itulah banyak pos penjagaan dan serdadu militer di seantero kota, termasuk di dalam mal, sekolah, pasar, atau bahkan gang-gang sempit. Juli lalu, saat saya tinggal di sana selama seminggu, desas-desus beredar bahwa militan ISIS di Marawi akan melancarkan aksi bom mobil di Iligan. Pepatah tempat teraman adalah tempat paling dekat dengan musuh dipakai Omarkhayam untuk menyelamatkan Minhati. Ia menyamarkan kehadiran Minhati di tengah puluhan ribu pengungsi Marawi di kota itu.
Tidak ada baku tembak. Semua berjalan senyap; sesekali tangisan anak kecil terdengar. Seorang perempuan dan enam anak kecil kemudian digiring oleh polisi ke dalam minibus Elf. Saat proses penangkapan, anak-anak kecil ini menantang polisi dengan mengangkat jari telunjuk, menunjukkan simbol tauhid. Meski begitu, operasi penangkapan Minhati Madrais berjalan lancar. Minhati adalah istri dari Omarkhayam Maute, salah seorang pemimpin kelompok ISIS yang membuat kekacauan di Marawi dalam enam bulan terakhir. Omar sudah dinyatakan tewas oleh otoritas Filipina pada 17 Oktober lalu. Kepalanya pecah tertembak sniper pasukan Filipina.
Minhati akrab disapa Mien berasal dari Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Ayahnya bernama KH Madrais Hajar seorang ulama terkemuka dan pemilik Pondok Pesantren Darul Amal di Bekasi.
Mien dan Omar tahun 2012, yang sempat tinggal di Indonesia selama 2 tahun memutuskan pergi ke Filipina. Setahun setelah itu kelompok Grup Maute mulai populer, keonaran pertama yang diciptakan adalah menyerang pos pemeriksaan militer di Madalum, Lanao del Sur.
Sejak konplik mei itu Minhati dan anak-anaknya diungsikan jauh-jauh dari Marawii oleh Omarkhayan. Evakuasi serupa dilakukan Omarkhayam kepada mertua Minhati, Cayamora Maute dan Farhana Maute, ke Kota Davao dan Kota Masiu. Beda dengan Mien, pelarian Farhana dan Cayamora hanya bertahan dua minggu kemudian tertangkap pasukan Filipina pada pertengahan Juni lalu.
Iligan tempat pelarian Minhati adalah kota besar pusat bisnis dan logistik di bagian utara Mindanao. Jaraknya hanya 45 menit dari Marawi. Ibukota Provinsi Lanao del Norte ini jadi pusat komando operasi tempur di Marawi atas dasar itulah banyak pos penjagaan dan serdadu militer di seantero kota, termasuk di dalam mal, sekolah, pasar, atau bahkan gang-gang sempit. Juli lalu, saat saya tinggal di sana selama seminggu, desas-desus beredar bahwa militan ISIS di Marawi akan melancarkan aksi bom mobil di Iligan. Pepatah tempat teraman adalah tempat paling dekat dengan musuh dipakai Omarkhayam untuk menyelamatkan Minhati. Ia menyamarkan kehadiran Minhati di tengah puluhan ribu pengungsi Marawi di kota itu.
Saat ini Iligan jadi rumah kedua bagi para penduduk Marawi. Perang
membuat Marawi jadi kota terlarang bagi warga sipil sehingga Iligan menjadi kota pilihan kedua bagi warga Marawi setidaknya bagi sekitar 200 ribu
penduduk yang dipaksa tentara mengungsi meninggalkan rumah, toko, dan
kantor yang dibiarkan kosong. Ada empat kamp pengungsi besar menampung sekitar 20
ribu orang di Iligan: Maria Christina Gym, Burrun Gym, Tomas Cabily
Gym, dan School of Fisheries.
Bagi kaum papa tinggal di kamp pengungsi yang tak jenak, bau, dan sumpek jadi satu-satunya pilihan. Tapi bagi kaum berduit mereka memilih tinggal di hotel atau mengontrak rumah seperti dilakukan Minhati selama lima bulan terakhir. Inan, seorang relawan dari LSM lokal kepada saya sempat mengatakan bahwa perang di Marawi membuat masyarakat Iligan yang mayoritas Katolik, kini lebih terbuka dan menghargai pendatang, khususnya etnis Maranao dari Marawi.
"Semenjak perang, kami lebih toleran satu sama lain," katanya.
Karena sikap terbuka penduduk lokal itulah gerak-gerik kaum pendatang termasuk Minhati, bisa leluasa. Seorang informan mengisahkan bahwa terbongkarnya persembunyian Minhati disebabkan oleh hal sepele. Berstatus buronan membuat Minhati mengisolasi diri termasuk anak-anaknya. (Selama masa pelarian, Minhati tinggal bersama 6 anaknya; Empat di antaranya anak perempuan berusia 12 tahun, 10 tahun, 7 tahun, dan 6 tahun; dua anak laki-laki berusia 2 tahun dan bayi berumur 9 bulan.)
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Minhati mengandalkan anak-anaknya yang disuruh pergi ke warung sekitar kompleks dari sinilah berawal kecuriagaan tentang mereka. " Anak-anak itu tidak berbicara dalam bahasa Tagalog, Bisaya, atau Maranao. Tapi berucap bahasa yang sulit dimengerti. Informasi ini kemudian diteruskan ke pihak keamanan " , Ujar SiDin informan.
" Tapi mereka berbicara bahasa yang berbeda. Bahkan tetangga Maranao kita pun tidak bisa memahaminya ", Ujar SiDin Informan. Informasi oleh masyarakat, yang jadi muasal terbongkarnya persembunyian Minhati, diakui oleh Kepala Polisi Iligan, Leony Roy Ga. " Penangkapan Madrais (Minhati) semuanya terbantu berkat info dari masyarakat ", Ujar SiDin pada Sunstar Philippines.
Minhati mengontrak di 8017 Steele Makers Village !, kawasan ini tepat dilintasi Jalan Lanao del Norte Interior Circumferential sebagai jalan pintas dari Iligan menuju Marawi. Jika melewati jalur utama akan melewati Desa Suarez, Maria Christina, Ditucalan, dan Buruun yang memiliki Pos pemeriksaan militer yang ketat, pada jam-jam sibuk kemacetan akibat proses pemeriksaan militer bisa mengular hingga 2 sampai 3 kilometer. Penjagaan lebih renggang mulai terlihat di Jalan Lanao del Norte Interior Circumferential memilki lima Pos Pemeriksaan semuanya nyaris tak di jaga tentera dan jarang dilalui kendaraan.
Jadi penempatan Minhati di Tubod tak terlepas dari kepentingan Omarkhayam untuk memantau atau mungkin berjumpa dengan istri dan anak-anaknya di sela-sela perang. Saat menangkap Minhati, polisi semula tak menyadari bahwa perempuan yang diciduk itu adalah " istri dari teroris paling berbahaya " di Filipina. Selama ini Minhati tidak masuk dalam daftar pencarian orang yang dirilis oleh polisi dan militer, dan wajahnya pun tak ada dalam 'daftar buru' di setiap pos pemeriksaan.
Permintaan Departemen Pertahanan Filipina kepada polisi saat itu hanya menangkap seorang perempuan dengan inisial "Baby". Sosok "Baby" ini berada dalam urutan teratas daftar pencarian kategori ASSO (Arrest, Search, Seizure, Order) yang dirilis Dephan. " Hanya ada satu nama alias 'Baby' dalam daftar ASSO. Dan sekarang kami tahu, dia adalah istri Omar Maute ", Ujar SiDin Leony Roy Ga, Kepala Polisi Iligan.
" Istri teroris pembunuh Omarkhayam Maute asal Indonesia bertindak sebagai pemodal kelompok teror Maute ", Ujar SiDin Polisi itu. Peran Minhati persis Farhana, ibu Omarkhayam yang menangani pelbagai masalah keuangan dan logistik, " Dia mengatur logistik dan keuangan seperti anggota kelompok perempuan lainnya ", Ujar SiDin lagi.
Berdasarkan informasi dari Kepolisian Filipina, setidaknya sebelum konflik Marawi meletus, Minhati tinggal bersama suaminya di gunung dan hutan. Pada Februari 2016 hingga April 2017, suaminya memimpin perang sengit melawan pasukan Filipina di Butig dan Piagapo.
Seorang petinggi Front Pembebasan Islam Moro (MILF) berkata, saat pertempuran Butig, ia menerima informasi bahwa ada tiga WNI perempuan yang terjebak di sana. " Ada seorang internal mereka yang meminta saya menyelamatkan tiga wanita Indonesia. Tentu saja saya tidak bisa menolong mereka ", Ujar SiDin. Kemungkinan besar, satu dari tiga wanita ini adalah Minhati Madrais.
Bagi kaum papa tinggal di kamp pengungsi yang tak jenak, bau, dan sumpek jadi satu-satunya pilihan. Tapi bagi kaum berduit mereka memilih tinggal di hotel atau mengontrak rumah seperti dilakukan Minhati selama lima bulan terakhir. Inan, seorang relawan dari LSM lokal kepada saya sempat mengatakan bahwa perang di Marawi membuat masyarakat Iligan yang mayoritas Katolik, kini lebih terbuka dan menghargai pendatang, khususnya etnis Maranao dari Marawi.
"Semenjak perang, kami lebih toleran satu sama lain," katanya.
Karena sikap terbuka penduduk lokal itulah gerak-gerik kaum pendatang termasuk Minhati, bisa leluasa. Seorang informan mengisahkan bahwa terbongkarnya persembunyian Minhati disebabkan oleh hal sepele. Berstatus buronan membuat Minhati mengisolasi diri termasuk anak-anaknya. (Selama masa pelarian, Minhati tinggal bersama 6 anaknya; Empat di antaranya anak perempuan berusia 12 tahun, 10 tahun, 7 tahun, dan 6 tahun; dua anak laki-laki berusia 2 tahun dan bayi berumur 9 bulan.)
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Minhati mengandalkan anak-anaknya yang disuruh pergi ke warung sekitar kompleks dari sinilah berawal kecuriagaan tentang mereka. " Anak-anak itu tidak berbicara dalam bahasa Tagalog, Bisaya, atau Maranao. Tapi berucap bahasa yang sulit dimengerti. Informasi ini kemudian diteruskan ke pihak keamanan " , Ujar SiDin informan.
" Tapi mereka berbicara bahasa yang berbeda. Bahkan tetangga Maranao kita pun tidak bisa memahaminya ", Ujar SiDin Informan. Informasi oleh masyarakat, yang jadi muasal terbongkarnya persembunyian Minhati, diakui oleh Kepala Polisi Iligan, Leony Roy Ga. " Penangkapan Madrais (Minhati) semuanya terbantu berkat info dari masyarakat ", Ujar SiDin pada Sunstar Philippines.
Minhati mengontrak di 8017 Steele Makers Village !, kawasan ini tepat dilintasi Jalan Lanao del Norte Interior Circumferential sebagai jalan pintas dari Iligan menuju Marawi. Jika melewati jalur utama akan melewati Desa Suarez, Maria Christina, Ditucalan, dan Buruun yang memiliki Pos pemeriksaan militer yang ketat, pada jam-jam sibuk kemacetan akibat proses pemeriksaan militer bisa mengular hingga 2 sampai 3 kilometer. Penjagaan lebih renggang mulai terlihat di Jalan Lanao del Norte Interior Circumferential memilki lima Pos Pemeriksaan semuanya nyaris tak di jaga tentera dan jarang dilalui kendaraan.
Jadi penempatan Minhati di Tubod tak terlepas dari kepentingan Omarkhayam untuk memantau atau mungkin berjumpa dengan istri dan anak-anaknya di sela-sela perang. Saat menangkap Minhati, polisi semula tak menyadari bahwa perempuan yang diciduk itu adalah " istri dari teroris paling berbahaya " di Filipina. Selama ini Minhati tidak masuk dalam daftar pencarian orang yang dirilis oleh polisi dan militer, dan wajahnya pun tak ada dalam 'daftar buru' di setiap pos pemeriksaan.
Permintaan Departemen Pertahanan Filipina kepada polisi saat itu hanya menangkap seorang perempuan dengan inisial "Baby". Sosok "Baby" ini berada dalam urutan teratas daftar pencarian kategori ASSO (Arrest, Search, Seizure, Order) yang dirilis Dephan. " Hanya ada satu nama alias 'Baby' dalam daftar ASSO. Dan sekarang kami tahu, dia adalah istri Omar Maute ", Ujar SiDin Leony Roy Ga, Kepala Polisi Iligan.
" Istri teroris pembunuh Omarkhayam Maute asal Indonesia bertindak sebagai pemodal kelompok teror Maute ", Ujar SiDin Polisi itu. Peran Minhati persis Farhana, ibu Omarkhayam yang menangani pelbagai masalah keuangan dan logistik, " Dia mengatur logistik dan keuangan seperti anggota kelompok perempuan lainnya ", Ujar SiDin lagi.
Berdasarkan informasi dari Kepolisian Filipina, setidaknya sebelum konflik Marawi meletus, Minhati tinggal bersama suaminya di gunung dan hutan. Pada Februari 2016 hingga April 2017, suaminya memimpin perang sengit melawan pasukan Filipina di Butig dan Piagapo.
Seorang petinggi Front Pembebasan Islam Moro (MILF) berkata, saat pertempuran Butig, ia menerima informasi bahwa ada tiga WNI perempuan yang terjebak di sana. " Ada seorang internal mereka yang meminta saya menyelamatkan tiga wanita Indonesia. Tentu saja saya tidak bisa menolong mereka ", Ujar SiDin. Kemungkinan besar, satu dari tiga wanita ini adalah Minhati Madrais.
drTirto.id, 18November2017
" WANITA MAHLUK YANG KUAT DALAM KELEMAHANNYA "
Komentar
Posting Komentar