MIE PENGANAN BERSEJARAH DARI CHINA HADIR DI NUSANTARA SEJAK DAHULU
INFORMASINOW.COM
byPakELEE, K
a m i s,
1 1 M a
r e t 2 0 2 1
AyunGChinABioskoPLegendS@
Kata ‘mi’ yang kita kenal
berasal dari Bahasa Hokkian, mengingat mayoritas masyarakat etnis Cina
yang ada di Pulau Jawa adalah suku Hokkian, maka banyak kosakata dalam Bahasa
Hokkian diserap dalam penggunaan Bahasa Indonesia, contohnya kata ‘mi’,
‘mihun’, ‘misoa’. Kata ‘mi’ dalam karakter Han kompleks dituliskan mian—kata
yang mengindikasikan bahwa bahan dasar pembuatan mi adalah tepung. Mi ‘mian’
ini pun berkembang ragam jenis dan ukurannya seiring perkembangan zaman.
Dari penggalan sejarah dan penggalian arkeologis pada sebuah makam kuno
di China, ditemukan bahwa mi merupakan makanan populer pada masa Dinasti Tang
(618-907) yang terbuat dari tepung
gandum murni. Di daerah Tiongkok utara, mi biasa dijadikan sajian utama pada
malam tahun baru Imlek sebagai pengharapan berkah umur panjang bagi seluruh
anggota keluarga dan merekatkan keakraban.
Bicara soal masak-memasak tidak terlepas dari proses pembuatannya yang
melalui teknik tertentu. Pada masa Dinasti Han teknik pembuatan adonan datang
dari Timur Tengah yang dipadukan dengan fermentasi. Pada masa itu ada makanan
yang dikenal dengan nama bing. Di zaman modern ini bing mengacu kepada makanan
atau kue yang berbentuk bundar, pipih dan tipis. Biskuit dinamakan binggan,terdiri dari
karakter bing (karena berbentuk bundar, pipih dan tipis) dan ganyang berarti ‘kering’.
Demikian warga Han menyebut biskuit yang tampaknya sesuai dengan wujudnya bukan
kue basah.
Karakter bing dalam aksara Tiongkok terdiri atas radikal shi yang
berarti ‘makanan’ dan bing yang berarti ‘menggabungkan’. Proses pembuatannya
disebut he bing yang berarti ‘menggabungkan/mencampurkan‘ tepung dan air. Pada
umumnya bing terbuat dari gandum, tetapi ada juga dari beras yang dimakan melalui
proses rebus, panggang atau kukus. Roti, kue, bubur, pangsit dan mi termasuk ke
dalam bing.
Melalui penjelasan di atas, mi termasuk ke dalam kelompok makanan yang
disebut bing. Pada masa dinasti Han, mi rebus mendapat tempat terhormat di
istana, selalu hadir sebagai menu utama dalam pelbagai upacara kenegaraan,
disebut tangbing atau ‘mi kuah’. Mi jenis ini biasanya juga disajikan pada
acara menjelang musim panas atau furi. Begitu populer dan pentingnya mi kuah,
sampai-sampai ada pejabat pengurus pembuatan mi yang disebut tangguan. Tang
berarti ‘sup’ atau ‘kuah’ dan guan berarti ‘pejabat’, secara harfiah tangguan
bermakna ‘pejabat sup’.
Teknik pembuatan mi telah
berkembang di zaman dinasti Han,
Botua teknik cetak, caranya adonan tepung dicampur daging, dicetak
panjang-panjang sebesar ukuran ibu jari dan yang lain shuiyin,
teknik ini sama seperti mi tarik
yang kita kenal sekarang ini. Pada masa
dinasti Tang muncul changshou mian yang merupakan simbol panjang umur. Chang (长) berarti
‘panjang’, shou ( 寿) ‘umur panjang’ dan mian (面) adalah mi. Mi ini dimakan saat hari ulang tahun, disebut
juga shengri tangbing (生日汤饼) ‘mi kuah ulang tahun’. Makna yang
dikandung mi ulang tahun ini agar supaya orang yang berulang tahun mendapat
berkah panjang umur.
Teknik pembuatan mi terus berkembang. Makanan itu tidak hanya menjadi
makanan di kalangan bangsawan, tetapi juga menyebar luas ke kalangan rakyat
jelata. Pada masa Dinasti Song (960-1279 M) mi kuah menjadi makanan kesukaan
rakyat, lalu mulailah muncul kedai-kedai dan rumah makan yang menjual mi kuah
atau sup mi sebagai menu utamanya.
Waktu bergelir dan seiring dengan diaspora etnis Tiongkok ke seluruh
dunia, mi pun berkembang ke pelbagai wilayah dunia. Dengan demikian berkembang
pula jenisnya, misalnya ada yang disebut guotiao, kita mengenalnya dengan nama
kweetiao yang berukuran lebih lebar. Ada pula shahefen atau hefen yang merupakan
sejenis spaghetti tipis dan mixian jenis
spaghetti lainnya, juga gongmian yang dikenal sebagai misoa.
Di Indonesia, penggunaan mi sebagai bahan makanan diduga sudah ada
sejak zaman kerajaan Majapahit. Menurut Denys Lombard dalam bukunya yang
berjudul Nusa Jawa Silang Budaya, istilah mi pada masa Majapahit terekam dalam
Piagam Biluluk berangka tahun 1391. Kata yang muncul adalah hanglaksa atau
pembuat laksa. Kata laksa berasal dari Persia dan Hindi ‘lakhshah’, sejenis mi
tipis. Istilah tersebut sudah ada di Nusantara sejak abad ke-14, berasal dari bahasa
Sansekerta yang bermakna ‘seratus ribu’, kemungkinan karena jumlah mi tipis
yang sangat banyak dalam satu porsi mangkuk hidangan laksa.
“ Mie Sop sajian berkuah yang
dapat memberikan gairah dan semangat hidup
“,
S a i d b y AyunGChinABioskoPLegendS@
Komentar
Posting Komentar