MAYA GHAZAL WANITA PENGUNGSI SURIAH YANG MENJADI PILOT INGGRIS PERTAMA
INFORMASINOW.COM
byMuhammaDNunukaN, S
a b t
u, 1 0
S e p
t e m
b e r
2 0 2 1
MbaHSyatiRLegendS@ Maya Ghazal adalah pengungsi asal Suriah yang harus mengungsi karena perang saudara di negaranya.
Keluarganya mendapatkan suaka untuk menetap di Inggris enam tahun lalu, namun
dia sempat mengalami kesulitan untuk mengenyam pendidikan dan kini
ia telah memiliki ijazah sebagai
pilot dan Goodwill Ambassador untuk Badan Pengungsi PBB. "
Setiap kali naik pesawat, saya merasa sangat bersemangat Saya adalah
seorang pilot sekarang. Betapa gila pencapaian ini. Saya adalah orang yang dulu
ditolak oleh banyak sekolah ", Ujar SiGaluH Maya Ghazal.
Maya Ghazal meninggalkan Damaskus menuju
Inggris bersama ibu dan
saudara-saudaranya saat usianya 16 tahun
karena menyusul ayahnya yang sudah terlebih dulu berada di sana. Enam tahun kemudian, Maya Ghazal menjadi
pengungsi Suriah pertama yang memenuhi syarat untuk mendapatkan
lisensi pilot pesawat pribadi dan kini
menjalani pelatihan untuk lisensi pilot pesawat komersial. Pada awal tiba di Birmingham ia sulit melanjutkan pendidikan, "
Mungkin karena begitu mereka mengetahui bahwa saya dari Suriah, mereka
pikir saya tak berpendidikan atau datang ke Inggris secara ilegal. Padahal
tidak begitu ", Ujar SiGaluH Maya GhazaL perempuan 22 tahun
itu kepada NusaNTaRa.Com.
Badan pengungsi PBB, UNHCR, berkata Maya ditolak
karena ijazah sekolahnya dari Suriah tak diakui di Inggris, "
Tidak ada satu pun yang mau mendengarkan kisah saya dan ini membuat saya
sedih. Saya patah hati setiap kali saya ditolak oleh
sekolah ", Ujar SiGaluH Maya Ghazal dan " Saya
merasa tak berguna ". Maya saat kecil bercita-cita menjadi seorang
diplomat dan akan berkarier di bidang
diplomasi dan ingin belajar ilmu
politik untuk menjadi duta besar, namun
karena konflik berkepanjangan, dia kehilangan kepercayaan kepada negaranya
sendiri dan tak lagi ingin mewakilinya.
Dari 6,6 juta warga Suriah hidup di dunia sebagai
pengungsi, menurut UNHCR, 20.000 di
antaranya mendapatkan suaka di Inggris
dan ketika foto-foto migran di
sebarkan enam tahun lalu, beberapa orang menyelipkan pesan-pesan kebencian, " Karena stereotip yang ada di media, beberapa
orang menyangka para pengungsi datang ke negara mereka untuk mencuri ",
dan " Saya
tidak mau berpikir seperti itu tentang diri saya sendiri. Pengungsi bukanlah
kata yang baik untuk dikaitkan dengan diri seseorang ",
Ujarnya Laji dengan sedih.
Ketika keluarganya melakukan perjalanan ke
Inggris tahun 2015, Maya
Ghaza berharap akan ada masa depan baru menantinya, meski justru ia menemukan pintu-pintu tertutup di
hadapannya dan kesulitan beradaptasi dengan kehidupan di
Inggris bahkan merasa kesempatannya meraih kesuksesan sangat rendah. Menurut data akses pendidikan adalah penghalang
bagi 83 juta pengungsi yang ada di seluruh dunia, secara global, hanya 3% pengungsi mendapatkan
akses ke pendidikan tinggi, jauh lebih rendah dari populasi non-pengungsi yakni
sebanyak 37%. " Penolakan dan anggapan meremehkan secara
terus-menerus inilah yang justru memberi saya kekuatan ",
Ungkap Maya Ghazal.
Saat hendak mendaftar kuliah Maya dan ibunya pergi ke London dan menginap
di sebuah hotel yang terletak di sebelah Bandara Heathrow, ketika
melihat bagaimana pesawat-pesawat
bergantian lepas landas dan mendarat,
ia takjub dan mimpi baru terbentuk dalam benaknya, dia
memutuskan ingin menjadi pilot meski
beberapa teman dan keluarganya meragukan itu dengan mengatakan, "
Kamu perempuan, mengapa ingin menjadi pilot ? Siapa yang mau mempekerjakan pilot perempuan ? " .
Maya akhirnya diterima untuk menempuh pendidikan diploma di bidang teknik.
Meski Industri
penerbangan komersial hingga masih didominasi kaum pria dengan kalkulasi hanya satu dari 20 pilot adalah perempuan, tekad Maya Ghaza sudah bulat
dan kemudian diterima masuk sebuah universitas di London untuk belajar
teknik penerbangan jurusan pendidikan pilot pada 2017. Dia mencari pekerjaan paruh waktu, menjadi pembicara di berbagai acara, meminjam uang dan menabung untuk bisa masuk kokpit.
Namun empat tahun setelah tiba di Inggris, Maya
akhirnya berhasil terbang solo. Ketika sedang bersiap lepas landas, namanya
disebutkan di radio dari ruang kontrol lalu lintas udara. "
Penerbangan pertama saya sangat membuat tertekan dan saya tak
menyukainya. Saya merasa sangat kewalahan dan tak seperti yang saya bayangkan
sebelumnya " dan " Telinga
dan kepala saya sakit. Kami lepas landas dan saya sama sekali tidak bisa
memahami apa yang dikatakan oleh radio ", Ujar SiGaluH Maya Gazhal dengan Soppenger
(Jumawanya).
Mimpi Maya Gazhal belum berakhir, dia masih ingin mendapatkan gelar master dan
mengambil lisensi pilot untuk pesawat komersial. Dan untuk bisa mendapatkannya dia harus mengumpulkan 150 jam terbang dengan setiap jam terbang, dia harus mengeluarkan
uang sebesar Pound 200 (Rp3,9 juta). Selain
melanjutkan kuliah, Maya juga terus mengkampanyekan hak-hak untuk para
pengungsi dan berbicara di TED talk dan
tahun ini ditunjuk menjadi duta persahabatan (goodwill ambassador) untuk UNHCR.
UNHCR berharap bisa mengajak Maya ke kamp-kamp
pengungsian dan bertemu dengan para pengungsi setelah pembatasan perjalanan
karena Covid telah diangkat, lembaga PBB
ini menargetkan 15% populasi pengungsi bisa melanjutkan pendidikan tinggi
hingga 2030. Maya sendiri meyakini
bahwa pendidikan adalah hal yang penting, seperti halnya makanan dan minuman,
namun dia berkata prioritas utamanya saat ini adalah mengubah persepsi tentang
pengungsi dan mendapatkan lebih banyak dukungan dari masyarakat.
Dia berharap kesuksesannya bisa menginspirasi pengungsi lain untuk melewati segala kesulitan dan meneruskan pendidikan. " Saya ingin orang tahu kalau kesuksesan tidak akan diraih dengan mudah. Saya datang dari Suriah, saya datang dari tengah-tengah konflik dan saya seorang pengungsi. Saat saya pertama kali sampai di Inggris, saya sangat membutuhkan kisah-kisah sukses dari pengungsi. Saya ingin tahu, apakah ada orang yang telah melalui hal yang sama dengan saya, dan berhasil sukses “, Ujar SiGaluH Maya Ghazal. Bagi Maya, " Menurut saya, sangat penting untuk menggambarkan itu. Untuk menunjukkan kepada mereka, jangan pernah menyerah, percaya pada diri sendiri dan bekerja keraslah ".
“ Hidup dipengungsian
bukanlah mudah, tidak berarti bahwa
pengungsi tidak bisa sukses “,
S
a i d
b y MbaHSyatiRLegendS@
Komentar
Posting Komentar