“ BACHA POSH “ BUDAYA HIDUP ANAK GADIS ALA PRIA DI AFGHANISTAN YANG LAGI TREND.
INFOKOMNOW.COM
byBambanGNunukaN, 01/02/2020
JanggOLatieFLegendS@ Di beberapa sudut negara Di Afghanistan
anda akan menemukan beberapa anak
perempuan yang menikmati hidup
kesehariannya sebagai mana kehidupan anak laki-laki mereka menikmati kebebasan
dan gaya hidup. Sepanjang sejarah budaya hidupnya, mereka
menyamar sebagai laki-laki untuk menavigasi peran sosial yang mengakar sehingga
sekilas mereka sebagai laii-laki yang ada di masyarakat namun sesungguhnya
mereka perempuan.
Di
Afghanistan, beberapa keluarga membesarkan anak perempuan mereka sebagai anak
laki-laki untuk memberi mereka kehidupan yang lebih baik, mereka tampil berpakaian seperti laki-laki
untuk berperang, bergabung dengan ordo religius, atau menjadi makmur secara professional
sehingga tampak keren daan agak laki. " Bila suatu gender sangat penting dan yang
lainnya tidak diinginkan, selalu ada orang yang mencoba melintas ke sisi
lain ", Ujar SiDin Najia Nasim,
direktur organisasi Women for Afghan Women yang berbasis di AS.
Ketergantungan
ekonomi dan kehidupan yang mengutamakan pada laki-laki masyarakat Patriarkal
Afganistan dan stigma sosial membuat orang tua berada dalam posisi yang sulit,
yang prinsipnya anak perempuan sering
dianggap sebagai beban, sementara anak laki-laki akan menghasilkan uang,
meneruskan warisan keluarga dan tinggal di rumah untuk merawat orang tua mereka
yang sudah lanjut usia. Untuk
mengatasi hal ini, beberapa orang mengubah “ konsep anak perempuan ” mereka saat lahir
dalam sebuah praktik yang biasanya
membesarkan dan mendadani anak gadis mereka seperti laki-laki dikenal sebagai
" bacha posh ".
" Tradisi ini memungkinkan keluarga untuk
menghindari stigma sosial yang terkait dengan tidak memiliki anak laki-laki.
Anak perempuan Bacha memungkinkan untuk pergi berbelanja sendiri, membawa saudara
perempuan mereka dari sekolah, mendapatkan pekerjaan, bermain olahraga dan
memainkan peran lain pada anak laki-laki di masyarakat ",
Ujar SiDin Nasim. Loulou d’Aki,
fotografer Swedia, Loulou d'Aki tahun
2017 pergi ke Afghanistan mendokumentasikan tradisi “ Bacha Posh “, setelah membaca The Underground Girls of
Kabul, sebuah buku dari jurnalis Jenny Nordberg tentang praktik rahasia
berpakaian gadis-gadis itu sebagai anak laki-laki dan merupakan dokumentasi
pertama akkan hal tersebut.
Penelusuran
Loulou d'Aki menemukan sebuah keluarga
di mana dua dari enam anak perempuan dibesarkan sebagai anak laki-laki. Ketika Setareh anak perempuan ketiganya
lahir orang tuanya memutuskan untuk
membesarkannya sebagai Setar anak
laki-laki, dua tahun kemudian Ali lahir juga dibesarkan sebagai anak
laki-laki dan ketika anak laki-laki sebenarnya lahir (satu-satunya) keduanya tetap
melanjutkan hidup sebagai anak laki-laki.
Kini
Setar berusia 16 tahun yang bermain sepakbola dan memiliki pacar yang tidak
peduli dengan gender Setar dan Ali 14,
memiliki sekotak surat cinta yang ditulis oleh para pengagum wanitanya. Di
rumah, tidak ada yang bangun untuk membantu saat saudara perempuan dan ibu mereka
membuat makanan dan teh. " Anak laki-laki memiliki status lebih tinggi.
Semua orang menginginkan anak laki-laki utamanya dikeluarga berpenghasilan
rendah ", Ujar SiDin Loulou d'Aki dan " Jika
Anda memiliki banyak anak perempuan dan tidak ada anak laki-laki, itu hal yang
biasa dilakukan ".
Seiring
pertambahan usia dan pubertas yang semakin mengungkap jenis kelamin hidup justru menjadi lebih sulit dan
berbahaya, keluarga berkali-kali pindah untuk menghindari gangguan
dan intimidasi, sehingga terrdengar teriakan bahwa mereka anti-Islam dan mereka
Transeksual kemudian ayah mereka mengantar Ali ke sekolah sehingga dia sampai
di sana dengan selamat, dan sosok Setar pun telah “ tiada ”. " Kami tidak memiliki anak laki-laki, jadi kami
memutuskan untuk membuatnya seperti anak laki-laki tepat setelah ia lahir ", Ujar SiGaluh ibu Setar.
"Sekarang
saya merasa sedih dengan bagaimana orang memperlakukannya, mengganggunya karena
cara berpakaiannya," imbuhnya.
Ketika
kedua orang tua Ali dan Setar ingin mereka mulai berpakaian dan berperilaku
seperti anak perempuan, tetapi Ali maupun Setar tidak menginginkannya. "
Sangat sulit menjadi perempuan di Afghanistan dan Anda tidak memiliki
banyak pilihan. Bahkan dalam kasus ini, ketika Anda belum memutuskan sesuatu
untuk diri sendiri, orang lain telah memutuskannya untuk Anda ",
Ujar SiDin Loulou d'Aki. "
Gadis-gadis ini memiliki sedikit kebebasan dan kemudian tiba-tiba mereka
harus kembali menjadi perempuan di negara yang mana perempuan tidak memiliki
kemungkinan dalam hal apa pun ”, Ujar SiDin Laji.
Women
for Afghan Women melihat setidaknya ada dua kasus bacha posh dalam setahun di
tempat penampungan perempuan yang mereka jalankan di Kabul, Gadis-gadis itu
menderita pelecehan, penghinaan, dan pengasingan dari masyarakat. Mereka jadi sulit mulai hidup sebagai perempuan
kembali, mereka harus belajar bagaimana hidup di bawah
burqa, memasak untuk keluarga mereka, dan menurunkan pandangan mereka di antara
orang asing. " Ketika dia menjadi dewasa dan lebih tua, dia
belajar bahwa tidak mungkin dia menjadi anak laki-laki dan tidak ada yang
menerima dia sebagai perempuan ",
Ujar SiDin Nasim.
" Ini adalah represi : mengabaikan kemampuan,
bakat, dan hak perempuan. Menyangkal hak-hak agama dan hak asasi perempuan
ternyata merupakan penghinaan terhadap jenis kelamin perempuan ", Ujar SiDin Nasim. Asal-usul praktik hidup sebagai “ Bacha Posh “
masih belum diketahui meski budaya ini
menjadi semakin terkenal.
“ Hidup bagaimana kita berbuat agar kita
menjalani dengan Senang “
Said by JanggOLatieFLegendS@
Komentar
Posting Komentar