SHAMSI ALI : KEMAL ATTATURK TAK SEBANDING DENGAN SOEKARNO TERKAIT POLEMIK PENAMAAN JALAN
INFORMASINOW.COM
byShamsiAliNYC, R a b
u, 2 0 O k t o b e r 2 0 2 1
MamABeccELegendS@ Saat ini terjadi polemik
tentang rencana pemberian nama sebuah jalan utama di Jakarta dengan nama Jl. Kemal Attaturk
yang konon kabarnya sebagai
imbalan di Angkara Turki juga akan ada sebuah jalan yang dinamai Jl. Soekarno. Tentu saling memberi nama jalan dengan nama
seorang tokoh dari negara masing-masing dianggap sebagai simbol kedekatan. Sementara itu pemilihan Kemal Attaturk untuk
dipakai sebagai nama jalan di Jakarta menimbulkan kontroversi di kalangan
masyarakat, khususnya Umat Islam.
Kemal Attaturk memang dikenal sebagai Bapak
sekularisme Turki. Bahkan lebih dari itu Kemal Attaturk dikenal sebagai sosok
yang tidak saja menumbangkan Ottoman Empire (Khilafah Utsmaniyah). Tapi juga
Sangat identik sebagai sosok yang anti agama. Di bawah kekuasaan Attaturk Islam dibumi
hanguskan di Turki. Simbol-simbol agama dilarang bahkan dianggap kejahatan.
Semua gedung-gedung publik, termasuk sekolah, kantor pemerintahan hingga ke
parlemen tidak memperbolehkan simbol agama. Jilbab diharamkan. Bahkan azan yang
berbahasa Arab pun diganti menjadi azan yang berbahasa Turki.
Saya tidak bermaksud merincikan lagi sepak terjang
Kemal Attaturk sebagai musuh Islam (dan agama). Karena saya yakin hal ini sudah
menjadi pengetahuan dasar umum (ma’kumun bid-dhorurah). Hanya orang bodoh atau
pura-pura bodoh yang tidak tahu atau juga pura-pura tidak tahu. Dengan rencana pemberian nama jalan Attaturk
di sebuah jalan utama, pusat kota Jakarta yang istimewa (Menteng) memang
menimbulkan banyak reaksi negatif, bahkan
resistensi. Kenapa yang dipilih
Attaturk ? Dan kenapa di jalan istimewa Menteng
?.
Tentu dengan memakai positif mind (pemikiran
positif) kita berharap pertukaran nama jalan ini akan lebih menguatkan relasi
Indonesia dan Turki sebagai dua negara Muslim yang besar dan masing-masing
punya potensi untuk kejayaan Islam dunia.
Tapi di balik dari hal positif itu ada beberapa Pertanyaan yang mengganjal
di benak banyak orang :
Shamsi Ali Presiden Nusantara Foundation |
Pertama, Kenapa nama Kemal Attaturk yang dipilih ? Padahal sosok ini jelas dikenal sebagai master
sekularisme Turki ? Sementara Indonesia
dikenal sebagai negara yang tidak menghendaki sekularisme (apalagi ateisme)
tapi juga tidak menghendaki agama apapun untuk dijadikan sebagai dasar
bernegara. Artinya Kemal Attaturk adalah sosok yang tidak dikehendaki oleh
Indonesia yang memahami agama sebagai bagian penting dari kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Kedua, siapa Sesungguhnya yang menentukan nama
tokoh yang akan dipakai sebagai nama jalan ? Apakah Indonesia yang mengusulkan ?
Atau pihak Turki sendiri yang
mengusulkan ?. Kalau seandainya
Indonesia yang mengusulkan, kira-kira latar belakang pemikirannya apa ? Apa yang
ingin dituju dengan menjadikan Attaturk sebagai tokoh yang begitu besar hingga
dijadikan nama jalan ? Tidakkah keputusan (pemilihan) ini bertentangan dengan
spirit bangsa dan negara Indonesia ?.
Kalau sekiranya pihak pemerintah Turki yang
memilih, lalu apa pula latar belakangnya? Apakah ini sebuah konfirmasi bahwa
pemerintahan Erdogan mulai panik dengan menguatnya oposisi sejak pecah dengan
kelompok Fethullah Gulen?. Ada
kecurigaan bahwa ketika seseorang terlalu disanjung, bahkan beberapa pihak di
Indonesia, akan kerasukan perasaan heroisme (kepahlawanan). Khawatirnya (Semoga
tidak) Erdogan mulai kemasukan perasaan itu. Selain itu harus dipahami bahwa
Erdogan adalah politisi yang tentunya punya ambisi pribadi, kelompok dan kepentingan
nasionalnya. Salah satu kepentingan Turki adalah menjaga keanggotaannya di
organisasi NATO.
Ketiga, terlepas dari siapapun yang memilih nama
dan nama siapapun yang dipilih, kira-kira apa yang akan dituju dari penamaan
itu? Negatif mind (pemikiran negatif) saya mengatakan jangan-jangan ini bagian
dari konspirasi untuk semakin menguatkan sekularisme di negara Muslim terbesar
dunia. Sehingga Sesungguhnya ini adalah bagian dari “Islamophobia” global untuk
semakin memarjibalkan nilai-nilai Islam (agama) dalam kehidupan publik.
Kalau sekiranya saya benar, tentu ini paradoks
dengan apa yang lumayan bagus sedang dikembangkan oleh pemerintahan RI saat ini yaitu menggalakkan berbagai insitusi yang berdasar
Syariah, termasuk keuangan, perbankan dan ekonomi Syariah secara umum bahkan Bung Menteri Sandiaga Uno sedang
menggalakkan pariwisata yang berbasis Syariah.
Karenanya jangan sampai hal sepele ini memberi ruang bagi publik untuk
menguak kebijakan paradoks pemerintah, di
satu sisi menggemborkan kata Syariah dalam kegiatan ekonomi tapi di sisi lain ingin menghadirkan imej
jika Islam (Syariah) itu anti negara. Sebagaimana Attaturk pernah melakukan di
masanya.
Hal lain yang menjadi catatan adalah bahwa Kemal
Attaturk dan Soekarno tidak dapat disandingkan. Walaupun karena dorongan
situasi politik saat itu Soekarno pernah mengembangkan filsafat politik
gado-gado (nasionalisme, agama dan komunisme). Tapi Soekarno tetap yakin dengan
urgensi agama dalam Kehidupan publik (berbangsa dan bernegara. Sementara Kemal
Attaturk tidak saja anti agama. Tapi menghancurkan segala hal yang dianggap
berbau agama.
Di arena internasional Soekarno jelas sepak
terjangnya, keberanian dan kemampuannya
yang didukung kharisma yang tinggi di mata tokoh-tokoh dunia menjadikannya
mampu menjadi tokoh yang dihormati dan disegani. Salah satu peninggalan sejarah
Soekarno dalam hubungan gobal adalah Gerakan Non Blok (Non Align Movement) atau
organisasi negara-negara Asia Afrika
yang hingga kini GNB adalah
sub-organisasi terbesar setelah PBB dalam tatanan dunia global kita. Sementara Attaturk mengalami kegagalan dalam negeri sejak dimasanya tidak mengalami kemajuan, bahkan
dalam Demokrasi dan perpolitikan. Karena sejak Attaturk berkuasa kekuatan
politik tidak pernah murni di tangan rakyat. Justeru kekuasaan ada di tangan militer
dengan perekonomian Turki tumbuh amburadul.
Barangkali “embarrassment”
(rasa malu) terbesar Attaturk adalah
kegagalan memasukkan Turki sebagai anggota NATO. padahal telah menjual harga diri ke anggota
NATO untuk diterima menjadi bagian dari mereka. Justeru Turki diterima jadi anggota NATO di
saat Erdogan menjadi penguasa negeri itu,
ini menjadi catatan penting bahwa
dalam hal urusan internasional (global matters) Attaturk tidak sebanding dengan
Soekarno.
Semua ini harusnya menjadi dasar pemikiran bagi semua agar tidak mengambil sebuah langkah yang tidak perlu. Bahkan keputusan memakai nama Attaturk sebagai nama jalan di Menteng, kawasan yang bergengsi di Ibukota negara, dapat dicurigai sebagai upaya merongrong semangat beragama di negeri tercinta. “ Tragisnya, jangan-jangan ini menjadi bagian dari pelemahan nilai Pancasila di balik slogan : Saya Pancasila ! “. dr.Konfrontasi.Com,20/10/2021.
Jalan Soekarno di Angkara Turki |
“ Soekarno tokoh
Muslim Nasionalis Indonesia dan Kemal Attaturk tokoh sekuliresme Islam Turki “,
S a i d b
y MamABeccELegendS@
Komentar
Posting Komentar